Kamis, 05 Januari 2012

hadist

Imam Abu Bakar Al-Jazairi dalam tafsirnya Aisarut Tafaasir menjelaskan, firman Allah Ta’ala: Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka artinya, Kami jadikan Fir’aun dan pentolan-pentolannya sebagai pemimpin-pemimpin dalam kekafiran yang diikuti oleh orang-orang yang sombong dan dhalim kapan saja dan di mana saja, yang menyeru (manusia) ke neraka dengan kekafiran, kemusyrikan dan maksiat-maksiat, yaitu hal-hal yang mengakibatkan ke neraka. Dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong bahkan dilipatgandakan bagi mereka adzab, dihinakan dan dinistakan, karena siapa saja yang mengajak kepada keburukan maka dosanya menimpa dirinya ditambah dengan dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa orang yang mengikutinya sedikitpun.
Jama’ah Jumu’ah rahimakumullah, peringatan dari Allah Ta’ala ini sangat penting untuk diperhatikan, agar jangan sampai kita menjadi pengikut Fir’aun dan wadyabalanya yang menjerumuskan ke neraka. Dan masih pula ada peringatan yang datangnya dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadits sebagai berikut:
Dari Tsauban, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya yang aku takuti (bahayanya) atas umatku hanyalah imam-imam/ pemimpin-pemimpin yang menyesatkan'." (H.R Ahmad, rijalnya tsiqot–terpercaya menurut Al-Haitsami, juga dikeluarkan oleh Abu Daud, Ad-Darimi, dan At-Tirmidzi, ia berkata: Hadits Shahih. Al-Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah berkata, isnadnya shahih atas syarat Muslim).
Jama’ah Jumu’ah rahimakumullah, siapakah imam-imam yang menyesatkan (aimmah mudhillin) itu?
Imam Al-Munawi dalam kitabnya, At-Taisir bisyarhil Jami’is Shaghir menjelaskan, Imam-imam yang menyesatkan (al-Aimmah al-mudhillin) artinya seburuk-buruk pemimpin, yang menyimpang dari kebenaran dan menyelewengkan kebenaran. (Al-Munawi, At-Taisir bisyarhil Jami’is Shaghir juz 2 halaman 728).
Sementara itu Al-Mubarokafuri menjelaskan, Imam-imam yang menyesatkan, artinya penyeru-penyeru kepada bid’ah-bid’ah, kefasikan (pelanggaran-pelanggaran) dan fujur (kejahatan-kejahatan). (Al-Mubarokafuri, Tuhfatul Ahwadzi, syarah Jami’ At-Tirmidzi juz 6 halaman 401).
Jama’ah Jumu’ah rahimakumullah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sangat khawatir terhadap pemimpin-pemimpin yang menyesatkan. Namun kenapa kadang di antara penerus yang mewarisi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam justru membiarkan tokoh sesat menyesatkan merajalela. Mereka mencontohi untuk mencampur adukkan antara yang haq dengan yang batil, bahkan kebatilannya itu sudah menyangkut masalah yang paling prinsipil yakni aqidah/keyakinan alias keimanan. Mereka mencontohi untuk meremehkan keimanan, hingga mengikuti perayaan atau hari-hari besar orang kafir seperti natalan, tahun baru Masehi (Januari) dan bahkan mengada-adakan upacara kemusyrikan (dosa terbesar dan tak diampuni bila ketika hidup tidak bertaubat) seperti larung laut (bersesaji untuk syetan laut), ruwatan (bersesaji untuk syetan dinamai raksasa Betoro Kolo) dan sebagainya.
Jama’ah Jumu’ah rahimakumullah, kenyataan di sini, yang tampak adalah tidak seperti sikap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda:
“Sesungguhnya yang aku takuti (bahayanya) atas umatku hanyalah imam-imam/pemimpin-pemimpin yang menyesatkan.” Walaupun kesesatan, penyesatan, plus pendhaliman telah dilancarkan oleh para aimmah (pemimpin), namun Ummat Islam ini kadang justru mendukungnya, sampai menciumi tangannya.
Jama’ah Jumu’ah rahimakumullah, di samping kekhawatiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap seburuk-buruk para pemimpin yakni al-aimmah almudhillin, para pemimpin yang menyesatkan, masih pula Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir pula terhadap orang-orang yang tidak kalah burukya. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
"Sesungguhnya yang paling aku takuti dari ummatku adalah setiap orang munafiq yang pandai bersilat lidah." (HR. Ahmad dan Ibnu Bathah dalam Al-Ibanah, shahih sanadnya menurut Al-Albani dalam Silisilah Shahihah nomor 1013).
Jama’ah Jumu’ah rahimakumullah. Setiap orang munafiq yang pandai bicara, telah sangat dikhawatirkan bahayanya terhadap Ummat Islam ini. Bagaimana pula apabila munafiq-munafiq yang pandai bicara itu banyak, lalu diberi kesempatan banyak pula oleh media massa untuk menyampaikan hal-hal yang sangat berbahaya bagi Ummat Islam. Dan bagaimana pula bila mereka itu berkomplot dengan aimmah mudhillin tersebut?
Benarlah kekhawatiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang bahaya dua kelompok orang itu, yaitu pemimpin-pemimpin yang menyesatkan, dan orang-orang munafiq yang pandai bicara itu.
Jama’ah Jumu’ah rahimakumullah, bagaimana pula kalau keadaannya seperti berikut ini:
  • Para pemimpin sebagian mereka justru ketika menjadi pemimpin, sebelumnya melalui praktek-praktek permohonan ke dukun-dukun bahkan ke kubur-kubur yang kalau meminta kepada isi kubur justru merupakan perbuatan kemusyrikan, dosa paling besar.
  • Lalu ketika memimpin mendapat bisikan dari orang-orang munafik yang pandai bicara.
  • Sementara itu masyarakat yang dipimpin rata-rata awam agama.
  • Masih pula ada di antara pemimpin yang tampaknya menyemarakkan agama, namun kalau dicocokkan dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah dengan cara pemahaman yang sesuai dengan cara para sahabat, tabi’ien dan tabi’et tabi’ien serta para ulama yang mengikuti jalannya, ternyata jauh menyimpang.
  • Sehingga Ummat Islam ini secara intern telah dikeroyok aqidahnya (keyakinannya) ditarik ke sana-sini yang tidak sesuai dengan aqidah Islam yang benar.
Jama’ah Jumu’ah rahimakumullah, ketika Ummat Islam aqidahnya sudah tercabik-cabik akibat keawaman mereka dalam agama, sedang himpitan kebutuhan hidup yang mendera mereka semakin mencengkeram, atau ketika gaya hidup pun telah dirusak oleh aneka pihak hingga tidak tersisa lagi tawakkalnya kepada Allah Ta’ala, tinggal memburu nafsu bahkan cenderung menjadi hedonis, memburu nafsu untuk keni’matan pribadi; maka mereka mengejar kenikmatan ddngan cara menjauhi aturan dari Allah Ta’ala. Mereka mencari jalan pintas, tidak jauh-jauh, larinya adalah ke dukun-dukun (dengan aneka sebutannya tapi pada dasarnya dukun-dukun juga), dan juga ke tempat-tempat yang dikeramatkan, di antaranya kuburan-kuburan yang dianggap keramat. Maka ramailah kuburan-kuburan keramat di mana-mana dengan pengunjung yang dari mana-mana pula.
Celakanya lagi, tempat-tempat itu justru dipiara dan dijadikan lahan bisnis oleh aneka pihak. Sehingga sesuatu yang aslinya sangat membahayakan aqidah bahkan menjerumuskan ke neraka karena meminta kepada selain Allah bila memintanya kepada isi kubur itu, justru dianggap sebagai “tambang emas” yang perlu dijaga, dilestarikan dan dibudi dayakan Dalam kondisi yang seperti ini, sebenarnya manusia ini terutama para pemimpin telah diingatkan dengan sangat tegas, jangan sampai ada pengkhianatan amanah. Sedangkan pengkhianatan amanah yang paling besar adalah ketika aqidah Ummat Islam yang seharusnya tetap dijaga ini justru didesak menuju kepada kemusyrikan. Yang hal itu telah disebut dalam ayat,
dan fitnah (kemusyrikan) itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. (QS. Al-Baqarah [2] : 191).
Jama’ah Jumu’ah rahimakumullah, ketika yang diberi amanah justru membiarkan adanya masalah ini berlangsung, maka ancaman dahsyat telah ditegaskan. Ancaman yang sangat berat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut:
 “Tidaklah seorang hamba yang Allah beri amanat kepemimpinan, namun dia tidak menindaklanjutinya dengan jujur, kecuali tak bakalan mendapat bau surga.” (HR. Al-Bukhari No. 6617)
 “Tidaklah seorang pemimpin memimpin masyarakat muslimin, lantas dia meninggal dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. Al-Bukhari- 6618)
Tinggal pertanyaannya, apakah ketika para pemimpin banyak yang menyesatkan, sedang munafiqin banyak pula yang pandai bersilat lidah, dan Ummat Islam kebanyakan adalah orang-orang yang awam agama, masih kah tersisa lagi orang-orang yang akan menegakkan Islam ini? Seandainya ada, bukankah ejekan, hinaan dan celaan bahkan tuduhan dan serangan akan menderanya?
Ternyata Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan:
"Dan sekelompok dari ummatku akan senantiasa di atas kebenaran dan menang. Orang yang menentang mereka sama sekali tidak membahayakan mereka hingga keputusan Allah 'Azza wajalla datang." (HR. Ahmad, sanadnya shahih atas syarat Muslim kata Syaih Syu’aib Al-Arnauth).
Jama’ah Jumu’ah rahimakumullah, dalam pembahasan tentang al-aimmah al-mudhillin ini tentunya sekelompok Ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang senantiasa di atas kebenaran dan menang itu bukan orang-orang yang dikalahkan oleh dukun-dukun, paranormal, para juru kunci kuburan yang membuat cerita dusta, tidak jelas, fiktif, dan aneka dukungan orang serta para “pasien”nya itu. Tetapi adalah orang-orang Muslim yang dimusuhi oleh para pendukung dukun-dukun dan para juru kunci itu.
Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan masih adanya sekelompok dari ummatnya yang senantiasa di atas kebenaran dan menang, pernyataan itu tidak mungkin ditujukan kepada Ummatnya yang menyelisihi beliau. Tetapi adalah orang-orang yang taat kepada apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan, dan bertawakkal kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hambaNya yang tetap mengikuti kebenaran, dan dihindarkan dari fitnah al-aimmah al-mudhillin dan munafiqin ‘alimil lisan, di manapun dan kapanpun. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.